..::Kesejukan::..

Friday, August 22, 2008

Mencintai sejantan Ali

dari blog FS nya Ust.Salim A Fillah

kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah,
maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta padaNya,
pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki:
selamanya memberi yang bisa kita berikan,
selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
-M. Anis Matta-

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!

Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

'Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.

”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.
’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan.

”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”

”Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.

Ya, menikahi.

Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan.

Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.
Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”

”Entahlah..”

”Apa maksudmu?”

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan.

Yang pertama adalah pengorbanan.

Yang kedua adalah keberanian.

Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.

Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita..


Labels:

posted by Indah Moidady at 3:27 PM 0 comments

Thursday, August 14, 2008

My Company

Alhamdulillah,,, dengan Izin Allah subhanahu wa ta`ala, akhirnya Kesejukan Company siap untuk bekerja....

Benarlah hadist Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam (memang selalu kebenaran yang keluar dari lisannya karena Ia adalah Utusan Allah subhanahu wa ta`ala, Dzat maha Benar)

Innamal a` malu binniyat

Jika niat kita lurus, jika niat kita benar, maka Allah subhanahu wa ta`ala pasti memberikan kemudahan kepada kita, walopun jalan yang kita lewati itu berkelok, terjal dan penuh onak dan duri,,

Salah satu kakak angkat saya (Mariani Rasyid) pernah berkata "Tidak ada sesuatu yang baik bisa di dapatkan dengan jasad yang santai"

Photo Sharing and Video Hosting at  Photobucket

Labels:

posted by Indah Moidady at 9:50 AM 0 comments

July In Palu

Kemarin Liburan semester sekitar 2 bulanan tapi karena masih sibuk ngurus ini itu di Makassar, jadinya liburan hanya 1 bulan lebih di kota kelahiranku, Kota Palu yang puanas banget, Subhanallah,,,

Selama liburan, ini lah liburan terpanjangku di Palu karena selama ini, pulang liburan paling hanya sepekan, dua pecan, dua hari ataupun sehari karena setelah itu melanjutkan perjalanan ke Luwuk, kota kecil yang lumayan dingin,,,

Kalo bisa di bilang, ini adalah liburan yang berkesan karena begitu banyak hal yang luar biasa yang terjadi….. Pertama, saya ketemu dengan teman – teman seperjuangan waktu di MPK dan OSIS dulu yang sudah seperti saudara sendiri. Kedua, temani salah satu kakak angkatku untuk melakukan penelitiannya di SMA 3 Palu, sekolah yang menyimpan buanyak kenangan indah . Ketiga, Bertemu dengan Bunda Ira, seorang guru yang buaik banget yang jadi tempat curhat, yang selalu membantu memberikan jalan keluar jika OSIS punya masalah, trus bertemu dengan Babe Aras, Beliau adalah kepala sekolah SMA 3 sekaligus bapak angkatku, beliau sudah menganggap saya seperti anaknya sendiri, kalo beliau ada tugas keluar kota pasti saya di bawakan oleh – oleh, kemarin saja waktu temani kakak angkatku untuk melakukan penelitian di sekolah, eh,,, kita di berikan jamuan “Ibu Shifa, tolong siapkan minuman untuk anakda – anakda ku ini” gitu kata Babe, mana ada, alumni datang ke sekolah di berikan jamuan seperti ittu,,, tapi anak angkat beliau bukan hanya diriku seorang tapi salah satu kakak angkatku juga, yang melakukan penelitian ittu. Panggilan Babe, hanya kami – kami para anak angkatnya yang memanggil demikian dan ketemu juga dengan Bu Tengkoyo, ibu tata usaha yang jadi teman Ce Esan waktu sekolah dulu hehehe, ketemu juga Bu Misran yang beliau sudah menganggapku seperti keponakannya sendiri. Keempat, Ngobrol dengan semua kakak angkatku (walopun tidak semuanya seh…) yah… walopun dari ke 14 orang kakak angkat ku itu, hanya 1 orang yang bertemu langsung, 1 orang lagi ketemu di FS dan yang lainnya hanya ngobrol via Telp, gak papalah,,,, KeLima, melihat sebuah kejadian yang seruuuuuu di Unit Gawat Darurat di salah satu RS di Palu,,,

4 Tahun sudah saya tidak pernah bertemu dengan bapak angkatku, tidak pernah bertemu dengan Bunda Ira, tidak pernah bertemu dengan bu tengkoyo, dengan teman – temanku, dengan adik – adikku, tidak pernah sama sekali walopun hanya via sms…. Dan selama 4 tahun itu, banyak sekali yang terjadi, banyak yang berubah tapi alhamdulillah ada 1 orang yang tidak pernah berubah, dari sikapnya, wajahnya, gilanya hahahahaha sampe saya pamit untuk balik ke makassar saja, dia tetap seperti itu, gilla abizzzz, dia kirim sms seperti ini “Pulanglah kau dengan tenang wahai saudariku sebelum kau melihat Palu daku porak porandakkan hahahahaha”, ada beberapa orang sahabat – sahabatku yang sedang menapaki karir bisnis mereka, alhamdulillah ada yang sudah sukses, sudah dapat mengubah hidupnya menjadi lebih baik, buanyak yang sudah membentuk keluarga baru, sampe – sampe ada yang bilang gini “ayooo… tinggal tunggu mantan ketua MPK nya lagi neh..” *doakan saja supaya cepat menyusul hehehe* tappiii ada juga yang keadaannya membuat saya sedih, sedih sekali, ingin sekali membantu mereka, membantu mereka memperbaiki nasib mereka….. dan yang membuat saya paling sedih, mendengar keadaan salah seorang adikku, Ya Allah tolong jaga mereka, jangan biarkan mereka mendzolimi diri mereka sendiri. Ketika adikku itu tau saya ada di Palu, dia telpon dan saya mengkonfirmasi tentang berita yang saya dengar tentang dirinya, dia hanya bilang “tidak usah lagi di bahas itu kak, masalah itu sudah selesai, kak Indah tidak pernah ada kabar seh, seharusnya sebagai seorang kakak yang baik, kakak harus tau tentang keadaan adik – adiknya” glek… saya hanya telan ludah mendengar keluhan adik angkatku itu…. Ya Allah jaga mereka, karena Engkaulah sebaik – baiknya penjaga, diri ini hanyalah seorang manusia yang lemah tanpa kekuatan, ku titipkan, keluargaku, bapak angkatku, Bunda Ira ku, Bu Tengkoyo, kakak – kakak angkatku, Para sahabatku, teman – temanku, dan juga adik – adikku padaMu ya Robbi,,,

Dan sudah lima tahun saya tidak pernah bertemu dengan 13 orang kakak angkatku, tidak pernah sama sekali, kata salah seorang kakak angkatku di FS “Keberadaan kamu gak jelas sich,,,” dan ada salah seorang kakak angkatku bilang gini “datang gak di tau kapan, pulang gak di tau kapan seperti j…… saja hehehe” ye… enak ajja…. Dan ternyata, setelah lima tahun itu, saya sudah punya 2 orang ponakan dan satu orang calon ponakan horree… jadi tante lagi neh,,, hehehehe

Bukan hanya mereka yang berubah tapi juga cuaca Palu ikut berubah, apakah ini ada hubungannya dengan global warming ????? Cuaca palu sekarang berbalik dengan Cuaca di Makassar, kalo di palu duluuuuu nya kapan hujannya tidak bisa di prediksi dan musim panas nya yang luama bangets tapi sekarang, di Palu kalo hujan, hujannya terus sampe besok besoknya, berhentinya paling hanya lima menit atau sepuluh menitan, nah…. Berbalik dengan kota Makassar, sekarang musim hujan di makassar tidak bisa di prediksikan, beda bangets dengan yang dulu, kalo dulu hujan nya tuh terus menerus terkadang bisa sampe sebulan.
Sampe di Makassar, juga ada yang berubah. Bandara Hasanuddin baru loh… pas keluar dari belalai gajah pesawat, saya pikir saya salah naik pesawat, saya pikir saya terdampar di Surabaya, karena bandaranya mirip banget bow dengan bandara Juanda Surabaya…. Mana tidak ada tanda – tanda yang menandakan kalo saya dah sampe di Makassar laggi…. Ketika pesan taxi, barulah saya yakin bahwa saya dah sampai di Makassar, karena petugas pemesanan taxi nya memakai pakaian khas Makassar

Liburan ini berkesan bangets,,, banyak pelajaran yang saya dapatkan di liburan kemarin dan membuatku sadar, banyak orang yang butuh bantuanku walopun hanya pikiran, dan sedikit perhatian, selama ini, saya terlalu sibuk dengan kuliah dan urusan di Makassar…. Liburan kemarin, memberikan semangat baru untuk menimbah ilmu di Makassar karena saya sadar bahwa keberadaanku nanti sangat di butuhkan oleh orang lain dan membuat saya agar cepat – cepat balik ke Palu… Palu,,,!!!! I`m Coming for stay there forever….!!! Tapi tunggu dua tahun lagi yah hehehehehe

Labels:

posted by Indah Moidady at 9:09 AM 0 comments